Selasa, 17 Juli 2018

"Disalibkan oleh Media"

Disalibkan oleh Media
(Fakta dan Fiksi Tentang Yesus Sejarah)
C.Marvin Pate & Sheryl L.Pate

Dalam bab I ini dibahas mengenai riwayat Jesus Seminar. “The Fellows” (teman-teman). Itulah nama yang ditetapkan sendiri oleh sekitar delapan puluh ahli Alkitab dari Amerika Utara, yang mengadakan pertemuan dua kali setahun sejak tahun 1985 sampai 1996. Mereka mempunyai pandangan mengenai Alkitab yang bersifat ekstrem kiri (menginginkan perubahan secara besar-besaran). Tujuannya adalah untuk memberikan sebuah penafsiran baru dan memberikan kumpulan komentar terhadap empat Injil Perjanjian Baru, beserta Injil Thomas dan Injil Petrus.
            Menurut The Fellows hanya 18 persen kata-kata dan tindakan-tindakan Yesus yang dituliskan dalam Alkitab dianggap autentik. Hasil ini mereka dapatkan dengan metode pemungutan suara, menggunakan manik-manik berwarna merah, merah muda, abu-abu dan hitam. Penafsiran The Fellows terhadap perkataan-perkataan dan tindakan-tindakan Yesus didorong oleh rencana mereka untuk menemukan kembali pribadi Yesus yang sesuai dengan dunia modern. Ada dua prasangka yang menggerakkan rencana mereka, yaitu keraguan historis dan ketepatan politik.
            Dalam keraguan historis, Jesus Seminar mengakui bahwa mereka meragukan keandalan Alkitab secara umum dan Injil secara khusus. Mereka mengungkapkan keraguan tersebut dalam “Tujuh Pilar Kebijaksanaan Intelektual”, yang menjadi pengantar untuk dua buku mereka. Tujuh pilar tersebut adalah, Yesus sejarah bukanlah Kristus iman, Yesus menurut Injil Sinoptik tidak sama dengan Yesus menurut Injil Yohanes. Injil Markus adalah Injil pertama yang dituliskan, sedangkan Injil Lukas dan Injil Matius bersumber pada Injil Markus dalam deskripsi mereka mengenai Yesus, dokumen Q (Quelle berarti sumber) merujuk pada sekitar 235 pernyataan yang dianggap diucapkan oleh Yesus; dokumen Q juga digunakan oleh Lukas dan Matius. Berikutnya Yesus bukanlah seorang pengkotbah Yahudi yang berapi-api yang memberitakan invasi kerajaan Allah, melainkan seorang filsuf gaya Yunani yang pergi berkeliling palestina untuk memberitakan rincian-rincian amsal mengenai perlunya orang-orang memperlakukan satu sama lain dengan adil. Yang keenam, Injil-Injil yang dituliskan dalam Perjanjian Baru disusun berdasarkan kumpulan-kumpulan cerita tradisi lisan yang telah beredar di gereja-gereja satu generasi sebelumnya, dan ditambah dengan legenda-legenda dan mitos-mitos. Ketujuh, tanggung jawab untuk memberikan bukti bahwa “Yesus Sejarah” adalah “Kristus Iman” sekarang secara langsung terletak pada orang-orang Kristen konservatif. Merekalah yang berada dalam tekanan untuk menunjukkan keandalan historis Injil.
            Prasangka kedua Jesus Seminar adalah keinginan mereka untuk menawarkan Yesus yang tepat secara politis. Jesus Seminar menempatkan Injil Thomas diantara Injil-Injil kanon, bahkan memberikan prioritas diatas keempat Injil tersebut. Injil Thomas adalah penafsiran ulang aliran Gnostik pada abad kedua terhadap Yesus.

Bab II 
            Dalam bab ini dibahas persoalan-persoalan mengenai apakah Injil Thomas seharusnya menggantikan Injil Yohanes. Itu sesungguhnya merupakan persoalan siapa yang benar, kekristenan berdasarkan kenyataan sejarah atau Gnostisisme? Elaine Pagels telah lama mendukung prinsip Gnostisisme dalam agama di Amerika, dan menulis buku mengenai topik tersebut yaitu Beyond Belief. Pagels menyatakan bahwa Injil Thomas adalah jalan yang paling menjanjikan untuk kepekaan terhadap hal-hal yang bersifat spiritual karena ajarannya bahwa kebenaran bukanlah merupakan pewahyuan dari Allah yang berada di luar individu. Sebaliknya, kebenaran ada di dalam individu, yang menunggu untuk ditemukan dan dialami. Hal ini kedengaran menarik sebelum orang memahami apa yang sesungguhnya dimaksud oleh gagasan tersebut karena isi dari ajaran tersebut adalah bahwa orang Kristen sesungguhnya tidak lain adalah Kristus itu sendiri, pribadi-pribadi yang diciptakan baru dalam gambar Allah.
            Pagels mengklaim bahwa Injil Yohanes dituliskan semata-mata untuk merusak Injil Thomas yang meningkat pada abad pertama Masehi. Pagels memang seorang penulis ulung. Meskipun demikian, dia tidak mengungkapkan bahwa dia termasuk dalam kelompok minoritas para ahli yang menentukan bahwa Injil Thomas bertarikh abad pertama Masehi, sebuah kenyataan yang sangat penting untuk argumentasinya. Dia juga tidak menunjukkan gaya hidup aliran Gnostik, tingkah laku yang merupakan hasil dari sistem keyakinan yang didukungnya, asketisisme dan / atau libertinisme. Bagaimanapun, kita memberikan dukungan kepada kekristenan yang didasarkan pada kenyataan sejarah sebagaimana yang digambarkan dalam Injil Yohanes.

Bab III
         Bab 3 memperkenalkan injil-injil apokrifa Perjanjian Baru kepada kita. Apakah injil-injil apokrifa tersebut memberikan petunjuk mengenai tahun-tahun yang dilewati Yesus tanpa keterangan dalam Alkitab? Kita meneliti Proto-Evangelium Yakobus yang mempertahankan pendapat bahwa Yesus dilahirkan dari seorang anak dara dan bahwa Maria menjadi seorang perawan seumur hidupnya, maupun injil mengenai masa kanak-kanak Yesus dalam bahasa Arab (Arabic infansi gospel) dan Injil Matius Semu (pseu-do-matthew), yang mengklaim bahwa Yesus sewaktu masih kecil dan tinggal di Mesir sepenuhnya merupakan Anak Allah yang adikodrati sebagaimana sewaktu Dia dewasa. Yesus kecil seringkali melakukan mukjizat yang kadang-kadang aneh. Injil Thomas mengenai masa kana-kanak Yesus (infansy Gospel of Thomas) memfokuskan pada Yesus ketika berusia 5 sampai 12 tahun, dengan memberi penjelasan mengenai seorang anak yang agak nakal dan seringkali melakukan mukjizat. Apah dokumen-dokumen ini benar? Haruskan dokumen-dokumen ini dimasukkan dalam kanon Perjanjian Baru? kesimpulan kita adalah tidak. Walaupun injil-injil apokrifa menarik untuk dibaca dan bermanfaat dari sudut pandang untuk memahami kebudayaan, kebiasaan, dan kerumitan kekristenan pada abad permulaan, injil-injil apokrifa tersebut bertentangan dengan Injil-Injil kanon, karena cerita yang terdapat di dalamnya jelas sekali merupakan legenda yang tidak didasarkan pada kenyataan. Meskipun injil-injil apokrifa tersebut di klaim sebagai tulisan–tulisan yang dibuat pada waktu yang bersamaan dengan Injil-Injil kanon, injil-injil apokrifa dituliskan lama setelah Injil kanon ada. Berdasarkan keterangan ini, jelas bahwa injil-injil apokrifa Perjanjian Baru adalah dampak samping kekristenan tradisisonal, tidak hanya merupakan kumpulan materi pelengkap tambahan untuk keempat Injil dalam Perjanjian Baru. 

Bab IV
         “Tulang-tulang Yakobus, Saudara Yesus.” Perdebatan sengit tentang penelitian sebuah peti untuk menyimpan tulang orang mati yang memuat tulisan, “Yakobus, anak Yusuf, Saudara Yesus.” Sayangnya peti ini tidak digali oleh ahli atau para arkeolog yang kompeten, melainkan melalui tangan pedagang barang antik pada tahun 2002. Orang yang pertama kali membeberkannya adalah Hershel Shanks, editor Bibical Archeological Review, pada tanggal 21 Oktober 2002. Bab ini mengulas tiga hal : penemuan peti, perdebatan mengenai peti tersebut, dan arti penting peti kubur tersebut.
         Pada akhir musim semi tahun 2002, Oded Golan sang pemilik peti tersebut mengundang Andre Lemaire, salah satu pakar dunia terkemuka mengenai tulisan-tulisan Yahudi kuno, untuk datang ke apartemennya guna memeriksa artefak itu dengan lebih rinci. Setelah memeriksa, Lemaire menjadi yakin bahwa peti tersebut asli. Setelah pertemuan dengan Golan pada tanggal 22 Mei 2002. Lemaire menikmati makan siang bersama Hershel Shanks, editor majalah Biblical Archaeology Review, dan kemudian dengan ijin dari Golan, dan dengan dua buah foto bagus, Lemaire menulis artikel tentang peti ini dan kemudian dikirimkan kepada Shanks.
         Mengapa sebuah peti kuno harus diperdebatkan? Lagi pula, apakah kita sungguh-sungguh memerlukan arkeologi untuk membuktikan kebenaran Alkitab? Bukankah kita percaya melalui iman dan bukan melalui apa yang kita lihat? Ini adalah pertanyaan-pertanyaan bagus, dan jawabannya adalah ya dan tidak. Tidak, kita sepenuhnya tidak membutuhkan arkeologi untuk membuktikan kebenaran Alkitab dan ya, kita percaya melalui iman, dan bukan melalui apa yang kita lihat. Namun, memang bermanfaat bila kita memiliki bukti yang menguatkan kebenaran Alkitab. Tradisi Yahudi-Kristen adalah iman yang rasional. Kita mendasarkan keyakinan kita pada fakta sejarah dan bukan pada fiksi. Disiplin ilmu apologetika selama berabad-abad telah memberikan pelayanan yang sangat bermanfaat bagi umat Allah dengan membantu menyajikan bukti yang menguatkan keyakinan alkitabiah kita. Dan arkeologi melakukan hal yang sama.

Bab V
         Dan Brown, penulis novel The Da Vinci Code, memulai karyanya itu dengan sebuah halaman yang diberi label “Fakta”, yang mengklaim bahwa semua gambaran mengenai dokumen-dokumen dalam novel ini adalah akurat. Dalam novelnya, para tokoh utama menyatakan bahwa Yesus menikah dan memiliki anak-anak. Selain itu mereka mengatakan bahwa Gereja Katolik telah berbohong mengenai hal ini dan menutupi fakta bahwa istri dan anaknya lari ke Prancis. Ada empat kesalahan pokok landasan pemikiran novel ini, yang dibahas dalam bab lima.
         Kesalahan pertama, pemikiran Dan Brown bahwa Injil-Injil yang benar adalah Injil Maria (Magdalena) dan Injil Filipus, bukan Injil-Injil Kanon. Kesalahan kedua, Yesus adalah seorang manusia belaka dalam sumber-sumber sejarah paling awal yang kemudian dinyatakan sebagai Tuhan dalam konsili Nicea tahun 325 M. Hal ini disebabkan oleh taktik penindasan Kaisar Konstantinus, yang menyensor Injil-Injil (Gnostik) yang muncul lebih dulu dan menggantikannya dengan empat Injil Kanon. Kesalahan ketiga, Yesus menikah dengan Maria Magdalena. Pernyataan-pernyataan yang paling menyinggung dalam The Da Vinci Code adalah Maria Magdalena (Maria dari Magdala, sebuah kota di tepi danau Galilea; Lukas 8:2) adalah istri Yesus dan melahirkan anak-anak Yesus. Padahal keterangan Injil-Injil mengenai Maria Magdalena tidak memberikan petunjuk apapun bahwa dia dan Yesus menikah. Berikut ini adalah keterangan-keterangan tersebut : Lukas 8:2; Markus 15:40-41; Matius 27:57-61; Yohanes 19:25; Markus 15:47; Matius 27:57-61; Markus 16:1; Yohanes 20:10-17; Lukas 24:10; Yohanes 20:18. Kesalahan teori Dan Brown yang keempat adalah, ia mengatakan tipe kekristenan yang paling benar pada hakikatnya bersifat seksual, yang dimulai dari Yesus dan dilanjutkan oleh Injil-Injil Gnostik, namun gereja zaman Konstantinus dan gereja-gereja sesudahnya menyembunyikan kebenaran ini.

Bab VI
         Dalam bab 6, kita menganalisis pertanyaan,”Siapa yang membunuh Yesus?” Salah satu pernyataan dari para kritikus film The Passion of the Christ karya Mel Gibson adalah bahwa film tersebut bersifat anti-Semit.Inti persoalannya, siapa yang bertangung jawab atas penyaliban Yesus? Sangat penting di tahap ini, kita mempertahankan kesadaran akan sejarah, dan berusaha menafsirkan peristiwa-peristiwa seputar kisah penderitaan Yesus seobjektif mungkin. Kita tidak boleh merevisi sejarah untuk mengingkari peran beberapa orang Yahudi kuno dalam perlakukan mereka yang buruk terhadap salah seorang saudara setanah air mereka, Yesus dari Nazaret. Keempat Injil menunjukkan bahwa para pemimpin Yahudi mempelopori persekongkolan untuk membunuh Yesus (Matius 21:46; Markus 14:1; Lukas 19:47; Yohanes 11:45-57).
         Namun orang-orang Yahudi tidak mungkin dapat berhasil melaksanakan pengadilan dan eksekusi atas diri Yesus tanpa bantuan orang-orang Romawi, terutama sekali Pilatus. Orang-orang Yahudi mencampuradukkan hakikat tuduhan-tuduhan mereka terhadap Yesus. Dia adalah seorang penghujat (Yohanes 19:7) dan seorang pemberontak (Yohanes 19:12). Tuduhan kedua tersebut otomatis melibatkan Pilatus, karena sekarang Yesus dituduh sebagai pemberontak.
         Kemudian di bab ini juga dibahas mengenai tiga pandangan yang melihat bahwa : Mengapa Yesus Mati? Teori pertama yang disampaikan oleh Origen, “Kristus Sang Pemenang”, “Teori Kristus sebagai teladan yang bermanfaat” dan “Teori Penebusan yang menggantikan tempat manusia.”

Bab VII
         Bab ini meneliti kain kafan Turin dan pertanyaan penting yang muncul : Apakah kain kafan itu yang dipakai untuk menguburkan Yesus seperti yang diklaim oleh beberapa orang, atau suatu pemalsuan ulung atau bahkan mungkin hasil karya seseorang yang beritikad baik yang ingin menggambarkan penderitaan Yesus melalui lukisan?
         Kain kafan dari Turin adalah sebuah kain linen dengan panjang 4,26 meter dan lebar 1,07 meter. Benang-benangnya dipintal dengan tangan dan kainnya ditenun dengan pola garis-garis diagonal yang sejajar. Pada kain tersebut terdapat dua gambar kabur yang berwarna kekuning-kuningan, yang satu di bagian depan dan yang lainnya di bagian belakang. Gambar tersebut merupakan gambar seorang pria telanjang yang tampaknya dicambuk dan disalibkan, dengan kedua tangan bersilang di atas panggul. Gambar-gambar tersebut kelihatan saling berhadapan, seolah-olah sebuah jasad telah dibaringkan terlentang pada satu ujung kain yang kemudian ujung lainnya ditarik untuk menutupi bagian depan.
         Dokter Robert Bucklin, seorang ahli patologi forensik (seorang ahli yang menyelidiki penyebab kematian-kematian yang brutal) dari Los Angeles, menuliskan laporan lengkap dan dengan rincian yang sangat detail tentang kematian brutal yang dialami oleh pria yang dibungkus dengan kain kafan turin ini.
         Jika kain kafan Turin ini asli, kain tersebut akan secara ilmiah membuktikan dua hal : Yesus disalibkan dan Yesus bangkit dari antara orang mati, seperti yang dikatakan oleh kitab-kitab Injil. Dengan kata lain, kain kafan turin, kain yang dipakai untuk menguburkan Yesus akan memberikan bukti penguat untuk cerita-cerita dalam Injil. Namun, berdasarkan bukti yang disajikan dalam bab ini, kita meragukan keaslian kain kafan tersebut.
         Meskipun demikian, dua pernyataan diatas mengenai penyaliban dan kebangkitan Yesus tetap benar. Karena kita memiliki bukti ilmiah dari temuan kerangka seorang pria yang disalibkan di Israel (lihat bab 6). Kerangka tersebut ditemukan pada tahun 1968 dan menunjukkan bahwa keterangan kitab-kitab Injil mengenai kematian Yesus cocok dengan type kematian yang dialami oleh orang Yahudi kuno tersebut yang bernama Yehohanan. Tulang-tulangnya ditemukan dalam sebuah peti kubur pada bulan Juni 1968 ketika orang-orang Israel sedang meratakan lereng bukit yang berbatu dengan buldozer yang terletak 1,5km disebelah utara gerbang Damaskus kota tua. Bukit tersebut diratakan untuk pembangunan apartemen baru. Tempat yang bernama Giv’at ha-Mivtar (bukit pembagi) tersebut ternyata pada jaman dahulu adalah area pemakaman Yahudi yang luas yang bertarikh jaman Perjanjian Baru.


Bab VIII
         Apakah persamaan para ahli apologetika Kristen Frank Morrison, Josh McDowell, dan Lee Strobel? Mereka semua dulunya adalah orang yang tidak mempercayai kebenaran ajaran kekristenan. Namun, mereka bertobat ketika mempelajari kisah-kisah Injil mengenai kebangkitan Yesus. Baik orang-orang percaya maupun orang-orang yang tidak percaya memahami bahwa prinsip dasar iman Kristen adalah kebangkitan Yesus. Tidak ada sikap netral dalam perdebatan ini : kekristenan berdiri kokoh atau runtuh berdasarkan kebenaran kebangkitan Yesus.
         Dalam bab ini akan diberikan tiga bukti umum untuk kebangkitan jasmaniah Yesus Kristus, yaitu : kubur yang kosong (Matius 28:1-8; Markus 16:1-8; Lukas 24:1-8; Yohanes 20:1-8; dan 1 Korintus 15:3-4), penampakan Yesus pasca kebangkitan (Yohanes 20:11-18, 26-31; Lukas 24:30, 42-43; Yohanes 21:1-15) dan data-data lain yang secara kolektif membuktikan kebangkitan Yesus.
         Kekristenan adalah satu-satunya iman yang pendirinya mengalami jalan hidup yang sama sekali berbeda. Seperti yang dikatakan oleh malaikat,”Dia tidak berada disini; Dia telah bangkit.” Ini adalah sebuah pemikiran yang mengagumkan, pemikiran yang dijunjung tinggi oleh orang-orang Kristen dan yang memberikan harapan pasti untuk masa depan.


Bab IX
         Dalam bab ini dianalisa hubungan yang mungkin antara The Lord of the Rings dan eskatologi, atau akhir zaman. Meskipun Tolkien bersikeras bahwa triloginya bukan merupakan sebuah karya simbolis, kenyataannya adalah Tolkien berpikir, berimajinasi, dan menulis sebagai seorang Katolik, The Lord of the Rings menunjukkan tanda-tanda yang jelas mengenai imannya, sebagaimana yang dikehendaki sepenuhnya. Oleh sebab itu, sulit untuk mengamati film yang terdiri atas tiga bagian tersebut dan tidak menyadari persamaan yang mengagumkan antara tanda-tanda zaman dalam kitab-kitab Yahudi-Kristen dan The Return of the King.
         Dengan menafsirkan film-film tersebut, kita melihat enam persamaan antara ketiga film tersebut (The Fellowship of the Rings, The Two Towers, dan The Return of the King) dengan akhir sejarah sebagaimana yang digambarkan dalam Yudaisme kuno, kitab-kitab Injil, dan kitab Wahyu. 
         Trilogi J.R.R.Tolkien memang disukai banyak orang, sebagaimana terbukti dengan kepopuleran novelnya, maupun tiga film yang diadaptasi dari karya ini. Tema utamanya mengenai pertempuran antara kebaikan versus kejahatan telah membuat orang-orang memberikan dukungan kepada Fellowship of the Ring untuk mengalahkan pasukan kejahatan. Iman Kristen Tolkien terlihat jelas di sepanjang bagian novel-novel ini, yang menunjukkan diri melalui persamaan-persamaan yang menarik antara tulisan-tulisannya dan Alkitab. Keduanya menceritakan kisah dunia sejak penciptaannya sampai kejatuhan manusia, sampai ke tanda-tanda zaman, pertempuran akhir, dan kemenangan akhir kebaikan.
         Karya-karya Tolkien juga memberikan dorongan kepada kita untuk mengetahui bahwa sebagaimana tokoh-tokohnya memiliki kelemahan dan nampaknya tidak mungkin menjadi pahlawan, Allah juga memilih orang-orang yang memiliki kelemahan, orang yang kelihatannya tidak mungkin menjadi kandidat untuk memenuhi tujuannya di dunia ini. KekuatanNya dibuat sempurna dalam kelemahan kita. Kita diberi keberanian oleh kesadaran bahwa Allah mempunyai sebuah rencana untuk setiap orang di dunia yang tidak sempurna ini, dengan memberikan kuasa kepada mereka untuk mengalahkan kejahatan dengan kebaikan, dan dengan demikian, mengubah jalannya sejarah itu sendiri.

Bab X
         Dalam bab ini dibahas mengenai The Bible Code. Asumsi dasar The Bible Code adalah bahwa Alkitab memiliki lebih banyak hal lain daripada penafsiran harafiahnya. Penafsiran harafiah adalah awal yang baik, tetapi dibalik teks tersebut, ada pesan tersembunyi yang harus ditafsirkan. Hal ini terutama sekali berlaku pada angka-angka dalam kitab Wahyu, seperti tujuh – angka untuk Tuhan, enam – angka untuk manusia, tiga – angka untuk Allah Tritunggal.Karena kitab Wahyu berisi simbol-simbol, kitab tersebut menjadi sasaran kajian numerologi.
         Michael Drosnin, penulis buku The Bible Code mengklaim bahwa ada kode peramal masa depan dalam Alkitab yang tidak hanya meramalkan peristiwa-peristiwa dunia yang terjadi di masa lalu, tetapi bahkan menjawab pertanyaan pokok : kapan akhir jaman akan terjadi? Penafsirannya dicapai dengan menggunakan metode pengaturan huruf dengan jarak yang sama antar huruf (ELS). Apakah Drosnin benar? Walaupun metode ELS mungkin kelihatan sahih untuk menemukan prediksi-prediksi dalam Alkitab, setelah melakukan pemeriksaan secara cermat, orang menyadari bahwa dengan begitu banyak kemungkinan kombinasi kata dalam teks yang panjang, secara statistik agak mudah menemukan “prediksi-prediksi” mengenai masa depan, bahkan dalam teks-teks non Alkitab. Dan kemudian, ada masalah variasi dalam banyaknya huruf diantara berbagai versi Perjanjian Lama yang ditulis dalam bahasa Ibrani. Selain itu, kegagaglan prediksi Drosnin yang menyatakan bahwa kehancuran akibat serangan nuklir akan menimpa Israel dan seluruh dunia pada tahun 1996 adalah alasan bagi kita untuk tidak percaya pada kedua buku Drosnin. Dalam bukunya, The Bible Code II : The Countdown, Drosnin mengubah waktu terjadinya serangan nuklir terhadap Israel dan pecahnya Armagedon. Jika semula tahun yang ditentukan adalah tahun 1996, tahun yang ditentukan kembali adalah tahun 2006.
         Setidaknya, pemikiran bahwa Alkitab mungkin memiliki sebuah kode tersembunyi adalah hal yang menggugah rasa ingin tahu. Memang menggoda untuk memikirkan bahwa ada prediksi-prediksi yang tersembunyi dalam teks tersebut. Meskipun demikian, ketika orang mem-pertimbangkan bahwa ELS telah diterapkan pada sejumlah teks non Alkitab, yang juga menghasilkan nama-nama dan prediksi, daya tarik kode Alkitab merosot.
         Oleh sebab itu, disimpulkan bahwa, meskipun menarik, metode ELS sama sekali tidak meyakinkan dalam pernyataan-pernyataan prediksinya mengenai peristiwa-peristiwa dunia atau akhir jaman. Penentuan waktu seperti ini berbahaya. Sebaliknya, kita mengikuti pendapat Yesus, bahwa bahkan DIA tidak tau hari dan waktu kedatanganNya ke bumi (Markus 13:32)


Bab XI
         Pluralisme dan Kitab-Kitab Injil. Marcus Borg adalah salah satu tokoh terkenal Jesus Seminar. Dalam bukunya, Meeting Jesus Again for the First Time, dia menulis mengenai penolakannya terhadap pandangan Kristen konservatif yang diterimanya ketika dia masih muda. Sebagai gantinya, dia mendukung pandangan mengenai Yesus yang disampaikan oleh sebagian besar anggota Jesus Seminar, yang menyebutkan bahwa Yesus tidak memandang dirinya dengan ungkapan mesias, Yesus hanya sebagai tokoh sejarah yang berani, pengajar berhikmat, nabi sosial dan pendiri suatu gerakan. Hal ini menggambarkan Yesus sebagai orang yang luar biasa, tetapi bukan Tuhan.
         Sebagai gantinya, Borg memberikan suatu sudut pandang yang marak dalam kebudayaan Barat – Pluralisme : pandangan bahwa ada beragam jalan menuju Tuhan, semuanya sah dan tak satupun dapat dipilih dengan menolak yang lainnya.
         Dalam bab ini dibahas dan menjawab tentang pertanyaan : apakah Yesus merupakan satu-satunya jalan keselamatan atau apakah ada jalan benar lainnya untuk sampai kepada Allah? Ada empat jawaban berbeda untuk pertanyaan tersebut. Pluralisme, Univeralisme, Eksklusivisme, dan Inklusivisme.
         Menurut Pluralisme, “kebenaran” setiap orang dapat diterima; bahwa ada banyak jalan keagamaan menuju Allah yang sama-sama dapat diterima dengan nama apapun kita memanggil Allah. Pandangan ini bertenangan dengan pesan Perjanjian Baru : Yohanes 14:6; Kisah Para Rasul 4:12; Ibrani 1:1-4. Dan kebangkitan Yesus, yang berbeda dengan ketidakbangkitan para pemimpin keagamaan lainnya, membuat kekristenan terpisah dari semua pandangan iman lainnya.
         Univeralisme, mengajarkan bahwa kematian dan kebangkitan Yesus secara otomatis menyelamatkan semua manusia. Slogan pandangan ini adalah, “Kematian Kristus memberikan efek bagi semua orang,” yang berarti penebusan Kristus sepenuhnya efektif dalam menutupi semua dosa umat manusia. Pandangan ini mempunyai landasan dari 1 Korintus 15:22. Walaupun teori ini menarik, teori ini tidak didukung oleh Paulus secara khusus, maupun oleh kitab Perjanjian Baru secara umum. Jelas dalam Perjanjian Baru bahwa seseorang dapat berada dalam Kristus hanya melalui iman; seorang harus secara sadar memutuskan untuk menerima Yesus (Yohanes 3:16-18). Eksklusivisme, menggunakan pendekatan Roma 1:18 – 2:16, yang menyatakan bahwa baik “orang-orang tidak beragama” dan “orang saleh” tidak akan luput dari hukuman ketika hari penghakiman tiba jika mereka belum menerima Kristus. Walaupun hal ini benar, bagaimanpun juga, itu belum lengkap, sebagaimana yang akan ditunjukkan oleh teori keempat, yaitu Inklusivisme.

         Inklusivisme terkait dengan keyakinan bahwa Allah akan memberikan lebih banyak pemahaman kepada orang-orang yang memberikan tanggapan positif kepada kebenaran yang mereka miliki dalam ciptaan, yang memuncak dalam penyingkapan penuh Injil Kristus. Jadi pendekatan Inklusivisme terhadap kekristenan dan agama-agama utama dunia adalah : jika orang-orang menanggapi kebenaran yang ada dalam agama mereka (dengan mengasumsikan bahwa semua kebenaran adalah kebenaran Allah) Allah akan secara meningkat menyingkapkan lebih banyak pemahaman kepada mereka, yang memuncak dalam pewahyuan injil kematian dan kebangkitan Yesus untuk keselamatan mereka. Namun, sudah menjadi keputusan mereka pada tahap tersebut untuk menanggapi atau tidak menanggapi kebenaran itu. Cara ini nampaknya bagi kita merupakan penjelasan dari keadilan dan anugerah Tuhan yang bersumber dari kabar baik Yesus Kristus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Catatan: Hanya anggota dari blog ini yang dapat mengirim komentar.

New Testament Exegesis

Harga Rp.110.000,- Pemesanan hub wa : 0816 1189911